Perusahaan es krim terbesar di Asia yang beroperasi di Indonesia mengeluhkan impor stik kayu untuk es krim
terhambat aturan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Hal ini
menunjukkan meski bersifat sepele, stik kayu untuk es krim pun masih
diimpor.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) mengeluhkan sejumlah peraturan yang selama ini menghambat industri makanan dan minuman (mamin) kepada Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto. Adapun salah satu topik permasalahan yang dikeluhkan adalah soal Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan ada salah satu industri es krim terbesar di Asia Tenggara, saat ini terkendala dalam melakukan impor bahan baku stik es krim. Pasalnya, untuk bisa impor komponen bahan ini membutuhkan SVLK, karena bahan baku utamanya terbuat dari kayu. Padahal, kebutuhan stik untuk industri ini sangat diperlukan.
Untuk itu, pertemuan pihaknya dengan Menperin pada kesempatan kali ini adalah pemerintah diminta mengkaji ulang terhadap aturan SVLK yang pada akhirnya menghambat kegiatan ekspor-impor industri es krim di Indonesia.
Selain itu, jelas Adhi, saat ini industri es krim hanya boleh melakukan impor bahan baku satu jenis. Padahal, kebutuhan bahan baku pada industri es krim, tergolong lebih dari satu jenis.
"Ini juga yang tadi diminta ke pak Menteri supaya dibahas lagi, karena prinsipnya satu perusahaan hanya boleh satu item. Jadi kalau kita impor stick es krim terus cup dari kertas, itu enggak boleh. Jadi harus stick es krim dulu baru setelah itu cup. Enggak boleh minta 4-5 macam sekaligus," tuturnya ucapnya saat ditemui di Kementerian Perindustrian.
Meski terkendala peraturan impor bahan baku akibat SVLK, namun Adhi memastikan industri es krim di Tanah Air tetap melakukan kegiatan ekspor. Hanya saja, kegiatan ekspor dibutuhkan waktu yang tergolong lebih lama, memakan biaya yang lebih besar dari biasanya.
"Tetap bisa (ekspor), cuma menghambat proses. Karena harus mengajukan satu (item impor), satu terlaksana baru mengajukan lagi (item impor)," imbuhnya.
Adhi mengaku enggan menyebutkan merek perusahaan industri es krim yang terkendala akibat kebijakan SVLK dan impor tersebut. Namun yang pasti, perusahaan ini merupakan perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia dan telah melakukan ekspor ke sejumlah negara di Asia Tenggara dan ASEAN.
"Hampir semua (perusahaan es krim) begini (terkendala). Ada beberapa yang ekspor, yang lain ada yang ekspor tapi yang satu itu cukup besar," tuturnya.(*)
Sumber: di sini
* Butuh data industri atau riset pasar, klik di sini
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) mengeluhkan sejumlah peraturan yang selama ini menghambat industri makanan dan minuman (mamin) kepada Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto. Adapun salah satu topik permasalahan yang dikeluhkan adalah soal Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan ada salah satu industri es krim terbesar di Asia Tenggara, saat ini terkendala dalam melakukan impor bahan baku stik es krim. Pasalnya, untuk bisa impor komponen bahan ini membutuhkan SVLK, karena bahan baku utamanya terbuat dari kayu. Padahal, kebutuhan stik untuk industri ini sangat diperlukan.
Untuk itu, pertemuan pihaknya dengan Menperin pada kesempatan kali ini adalah pemerintah diminta mengkaji ulang terhadap aturan SVLK yang pada akhirnya menghambat kegiatan ekspor-impor industri es krim di Indonesia.
Selain itu, jelas Adhi, saat ini industri es krim hanya boleh melakukan impor bahan baku satu jenis. Padahal, kebutuhan bahan baku pada industri es krim, tergolong lebih dari satu jenis.
"Ini juga yang tadi diminta ke pak Menteri supaya dibahas lagi, karena prinsipnya satu perusahaan hanya boleh satu item. Jadi kalau kita impor stick es krim terus cup dari kertas, itu enggak boleh. Jadi harus stick es krim dulu baru setelah itu cup. Enggak boleh minta 4-5 macam sekaligus," tuturnya ucapnya saat ditemui di Kementerian Perindustrian.
Meski terkendala peraturan impor bahan baku akibat SVLK, namun Adhi memastikan industri es krim di Tanah Air tetap melakukan kegiatan ekspor. Hanya saja, kegiatan ekspor dibutuhkan waktu yang tergolong lebih lama, memakan biaya yang lebih besar dari biasanya.
"Tetap bisa (ekspor), cuma menghambat proses. Karena harus mengajukan satu (item impor), satu terlaksana baru mengajukan lagi (item impor)," imbuhnya.
Adhi mengaku enggan menyebutkan merek perusahaan industri es krim yang terkendala akibat kebijakan SVLK dan impor tersebut. Namun yang pasti, perusahaan ini merupakan perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia dan telah melakukan ekspor ke sejumlah negara di Asia Tenggara dan ASEAN.
"Hampir semua (perusahaan es krim) begini (terkendala). Ada beberapa yang ekspor, yang lain ada yang ekspor tapi yang satu itu cukup besar," tuturnya.(*)
Sumber: di sini
* Butuh data industri atau riset pasar, klik di sini
Komentar
Posting Komentar