CEO
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) Anthoni Salim menyatakan di
semester I 2017, kondisi ekonomi makro dalam negeri tetap positif,
meskipun tingkat permintaan atas produk fast moving consumer goods menurun. Selain itu, kompetisi di berbagai kategori produk meningkat.
“Kondisi ekonomi makro dalam negeri tetap positif di semester I 2017, meskipun tingkat permintaan atas produk fast moving consumer goods menurun,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Duniaindustri.com, Jumat (28/7).
Karena itu, lanjut dia, memasuki semester II pihaknya akan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. “Kami juga terus berupaya untuk melayani konsumen dengan lebih baik, sekaligus menjaga agar kami tetap kompetitif di pasar,” paparnya.
Hal itu disampaikan Anthoni Salim seiring rilis kinerja PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) di semester I 2017. Penjualan Indofood CBP sepanjang semester I 2017 hanya naik 1,6% menjadi Rp 18,46 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 18,18 triliun. Kontribusi penjualan dari divisi mi instan, dairy, makanan ringan, penyedap makanan, nutrisi & makanan khusus, serta minuman masing-masing sekitar 63%, 19%, 8%, 3%, 2%, dan 5% dari total penjualan neto konsolidasi.
Laba usaha Indofood CBP tumbuh 1,5% menjadi Rp 2,78 triliun dari sebelumnya Rp 2,74 triliun, dan margin laba usaha stabil di sekitar 15,1%. Laba periode berjalan meningkat 5,7% menjadi Rp 2,09 triliun dari Rp 1,98 triliun, margin laba bersih naik 40 basis poin menjadi 11,3%. Core profit tumbuh 2,9% menjadi Rp 2,11 triliun dari Rp 2,05 triliun.
Indofood Group melalui anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), masih menguasai pasar mi instan di Indonesia, meski persaingan di sektor tersebut makin ketat. Dengan kapasitas produksi mi instan lebih dari 15 miliar bungkus per tahun, Indomie yang diproduksi Indofood CBP menguasai pangsa pasar mi instan nasional sebesar 69,6% pada 2007 dan kemudian naik menjadi 75,2% di 2011 dan terakhir sebesar 74%, menurut riset duniaindustri.com.
Indofood CBP Sukses Makmur merupakan perusahaan yang menerima penggabungan empat perusahaan di bawah Salim Group. Empat perusahaan itu adalah PT Indosentra Pelangi, PT Gizindo Primanusantara, PT Indobiskuit Mandiri Makmur, dan PT Ciptakemas Abadi. Proses penggabungan empat perusahaan itu dimulai pada September 2009 dan tuntas 17 Maret 2010.
Indofood CBP sendiri memproduksi mi instan dengan sejumlah merek andalan seperti Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, Pop Mie, dan Pop Bihun.
Namun, sejak 2003 dominasi Indofood di pasar mi instan mulai mengalami penurunan dengan hadirnya Mie Sedap milik PT Sayap Mas Utama, anak usaha Wings Group. Penurunan pangsa Indofood di mi instan terlihat pada 2002 pangsa pasanya 90%, kemudian menurun menjadi 75% pada 2003, dan pada 2007 sekitar 73,7% dengan menggabungkan pangsa Indomie, Supermie, Sarimi, dan Pop Mie.
Pada 2005, PT Indofood Sukses Makmur sempat menguasai sekitar 78% pangsa pasar mie instan di Indonesia. Dominasi pangsa pasar tersebut berkurang dari sebelumnya hampir 90% seiring dengan desakan KPPU agar persaingan harga yang lebih sehat. Apalagi, beberapa pendatang baru dalam bisnis mie cepat saji ini pun mulai bermunculan.
Sempat ditarik oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Taiwan ternyata tidak memengaruhi pangsa Indomie maupun Indofood. Perbedaan standar yang ditetapkan di Indonesia dan Taiwan soal penggunaan pengawet Nipagin atau Methyl p-hydroxybenzoate merupakan hal yang umum terjadi sehingga terjadi perbedaan penerapan Codex Alimentarius Commission (CAC) oleh masing-masing negara. melihat hal tersebut, peningkatan penjualan Indomie diyakini akan kembali naik.
Dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan, dominasi produk-produk Indofood Grup (Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, Pop Mie) di pasar mie instan diprediksi masih akan sulit dipatahkan. Sebab, perusahaan pelopor mie instan dan terbesar di dunia itu sudah memiliki brand equity dan cocok dikonsumsi di Indonesia.
Meski begitu, persaingan bisnis mie instan masih akan berkembang karena produsen lain juga melihat peluang besar di sektor usaha ini. Industri mie instan yang memiliki nilai pasar cukup besar pada 2008 lalu diperkirakan mampu menembus Rp15 triliun menarik minat beberapa pemain Industri mie instan yang memiliki nilai pasar cukup besar pada 2008 lalu diperkirakan mampu menembus Rp 15 triliun menarik minat beberapa pemain di luar Grup Indofood dan Grup Wings. Angka ini jelas membuat banyak perusahaan tertarik untuk ikut bersaing di pasar mie instan.
Diketahui, sejak lima tahun terakhir pasar mie instan hanya menjadi arena pertarungan antara Indomie (Grup Indofood) dengan Mie Sedaap (Grup Wings). Keduanya menguasai sekitar 93% dari seluruh pasar mi instan di Indonesia. Sementara sisanya dikuasai sejumlah pemain kecil dalam industri tersebut.
Para kompetitor yang berjumlah lebih dari 84 perusahaan siap menggerus ceruk pasar Indomie. Mie Sedaap belakangan sangat agresif melakukan penetrasi pasar guna merebut porsi Indomie. Alhasil, meski baru muncul pada Mei 2003 Mie Sedaap yang diproduksi PT Sayap Mas Utama (grup Wingsfood) kini berhasil meraih 23,0% pangsa pasar dan membayangi Indomie di posisi kedua.(*/)
Sumber: klik di sini
“Kondisi ekonomi makro dalam negeri tetap positif di semester I 2017, meskipun tingkat permintaan atas produk fast moving consumer goods menurun,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Duniaindustri.com, Jumat (28/7).
Karena itu, lanjut dia, memasuki semester II pihaknya akan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. “Kami juga terus berupaya untuk melayani konsumen dengan lebih baik, sekaligus menjaga agar kami tetap kompetitif di pasar,” paparnya.
Hal itu disampaikan Anthoni Salim seiring rilis kinerja PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) di semester I 2017. Penjualan Indofood CBP sepanjang semester I 2017 hanya naik 1,6% menjadi Rp 18,46 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 18,18 triliun. Kontribusi penjualan dari divisi mi instan, dairy, makanan ringan, penyedap makanan, nutrisi & makanan khusus, serta minuman masing-masing sekitar 63%, 19%, 8%, 3%, 2%, dan 5% dari total penjualan neto konsolidasi.
Laba usaha Indofood CBP tumbuh 1,5% menjadi Rp 2,78 triliun dari sebelumnya Rp 2,74 triliun, dan margin laba usaha stabil di sekitar 15,1%. Laba periode berjalan meningkat 5,7% menjadi Rp 2,09 triliun dari Rp 1,98 triliun, margin laba bersih naik 40 basis poin menjadi 11,3%. Core profit tumbuh 2,9% menjadi Rp 2,11 triliun dari Rp 2,05 triliun.
Indofood Group melalui anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), masih menguasai pasar mi instan di Indonesia, meski persaingan di sektor tersebut makin ketat. Dengan kapasitas produksi mi instan lebih dari 15 miliar bungkus per tahun, Indomie yang diproduksi Indofood CBP menguasai pangsa pasar mi instan nasional sebesar 69,6% pada 2007 dan kemudian naik menjadi 75,2% di 2011 dan terakhir sebesar 74%, menurut riset duniaindustri.com.
Indofood CBP Sukses Makmur merupakan perusahaan yang menerima penggabungan empat perusahaan di bawah Salim Group. Empat perusahaan itu adalah PT Indosentra Pelangi, PT Gizindo Primanusantara, PT Indobiskuit Mandiri Makmur, dan PT Ciptakemas Abadi. Proses penggabungan empat perusahaan itu dimulai pada September 2009 dan tuntas 17 Maret 2010.
Indofood CBP sendiri memproduksi mi instan dengan sejumlah merek andalan seperti Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, Pop Mie, dan Pop Bihun.
Namun, sejak 2003 dominasi Indofood di pasar mi instan mulai mengalami penurunan dengan hadirnya Mie Sedap milik PT Sayap Mas Utama, anak usaha Wings Group. Penurunan pangsa Indofood di mi instan terlihat pada 2002 pangsa pasanya 90%, kemudian menurun menjadi 75% pada 2003, dan pada 2007 sekitar 73,7% dengan menggabungkan pangsa Indomie, Supermie, Sarimi, dan Pop Mie.
Pada 2005, PT Indofood Sukses Makmur sempat menguasai sekitar 78% pangsa pasar mie instan di Indonesia. Dominasi pangsa pasar tersebut berkurang dari sebelumnya hampir 90% seiring dengan desakan KPPU agar persaingan harga yang lebih sehat. Apalagi, beberapa pendatang baru dalam bisnis mie cepat saji ini pun mulai bermunculan.
Sempat ditarik oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Taiwan ternyata tidak memengaruhi pangsa Indomie maupun Indofood. Perbedaan standar yang ditetapkan di Indonesia dan Taiwan soal penggunaan pengawet Nipagin atau Methyl p-hydroxybenzoate merupakan hal yang umum terjadi sehingga terjadi perbedaan penerapan Codex Alimentarius Commission (CAC) oleh masing-masing negara. melihat hal tersebut, peningkatan penjualan Indomie diyakini akan kembali naik.
Dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan, dominasi produk-produk Indofood Grup (Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, Pop Mie) di pasar mie instan diprediksi masih akan sulit dipatahkan. Sebab, perusahaan pelopor mie instan dan terbesar di dunia itu sudah memiliki brand equity dan cocok dikonsumsi di Indonesia.
Meski begitu, persaingan bisnis mie instan masih akan berkembang karena produsen lain juga melihat peluang besar di sektor usaha ini. Industri mie instan yang memiliki nilai pasar cukup besar pada 2008 lalu diperkirakan mampu menembus Rp15 triliun menarik minat beberapa pemain Industri mie instan yang memiliki nilai pasar cukup besar pada 2008 lalu diperkirakan mampu menembus Rp 15 triliun menarik minat beberapa pemain di luar Grup Indofood dan Grup Wings. Angka ini jelas membuat banyak perusahaan tertarik untuk ikut bersaing di pasar mie instan.
Diketahui, sejak lima tahun terakhir pasar mie instan hanya menjadi arena pertarungan antara Indomie (Grup Indofood) dengan Mie Sedaap (Grup Wings). Keduanya menguasai sekitar 93% dari seluruh pasar mi instan di Indonesia. Sementara sisanya dikuasai sejumlah pemain kecil dalam industri tersebut.
Para kompetitor yang berjumlah lebih dari 84 perusahaan siap menggerus ceruk pasar Indomie. Mie Sedaap belakangan sangat agresif melakukan penetrasi pasar guna merebut porsi Indomie. Alhasil, meski baru muncul pada Mei 2003 Mie Sedaap yang diproduksi PT Sayap Mas Utama (grup Wingsfood) kini berhasil meraih 23,0% pangsa pasar dan membayangi Indomie di posisi kedua.(*/)
Sumber: klik di sini
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 139 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh 8 database spesifik industri consumer goods, klik di sini
**** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh copywriter specialist, klik di sini
***** Butuh content provider, klik di sini
****** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini
Komentar
Posting Komentar