PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) berhasil melampaui DBS Singapura sebagai bank terbesar di wilayah Asia Tenggara dalam kapitalisasi pasar di bursa saham. Berdasarkan data dari Bloomberg, kapitalisasi pasar BCA per Kamis (11/2) sebesar US$ 24 miliar, mengalahkan DBS yang kapitalisasinya jatuh ke kisaran US$ 23 miliar.
Saham DBS terkoreksi 37,8% sejak Agustus lalu. Saham DBS turun ke Sin$ 13,02 dibandingkan Sing$ 21,12 per 21 Agustus lalu. Sementara itu, saham BCA naik 18% dari Rp 11.252 per 21 Agustus ke Rp 13.275 per Jumat (12/2).
Kenaikan saham BCA ikut ditopang pertumbuhan pendapatan dan laba bersih perseroan sepanjang 2015. Sementara pada 2016, BCA juga berencana menurunkan suku bunga kredit UKM sebesar 0,25% pada Februari 2016 menjadi 13%.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menjelaskan, sejak penurunan BI rate dan implementasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 9%, perbankan diarahkan untuk menurunkan suku bunga simpanan dan kredit. Suku bunga simpanan BCA sudah termasuk yang terendah di pasar.
“Kalau untuk menurunkan suku bunga deposito, tidak bisa turun karena sudah paling rendah, sekitar 5,25-5,75%, sedangkan di pasar sekitar 8-9%,” kata dia.
Oleh karena itu, struktur suku bunga yang perlu disesuaikan saat ini adalah suku bunga kredit UKM karena kurang bersaing dengan KUR yang mencapai 9%.
Menurut Jahja, BCA baru melayani kredit ke sektor UKM. Sedangkan kredit ke sektor mikro termasuk KUR belum termasuk ranah bisnis BCA, lantaran tidak memiliki sarana infrastruktur pendukung. Oleh karena itu, untuk berpartisipasi dalam program KUR, BCA berencana mengajukan izin ke OJK agar bisa menjalankan skema channeling.
Dalam penyaluran KUR secara channeling, BCA akan membuka pintu untuk semua bank yang akrab dengan kredit mikro, seperti bank perkreditan rakyat (BPR), bank pembangunan daerah termasuk, dan juga BRI.
Menurut Jahja, tahun ini, kredit UMKM menjadi salah satu penopang pertumbuhan kredit BCA yang ditargetkan naik 9-10%. Perseroan juga akan memperhatikan penyaluran kredit di daerah tertentu. Tahun ini, Pulau Jawa, Bali, Sulawesi dan Papua merupakan daerah potensial untuk pengembangan bisnis karena pertumbuhan ekonominya yang di atas daerah lain.
Sedangkan untuk kawasan Kalimantan dan Sumatera, menurut Jahja, perlu sedikit diwaspadai karena pertumbuhan ekonominya belum setinggi daerah lain.
Sejumlah bank besar siap menyesuaikan suku bunga dana dan kredit mulai 1 Februari 2016, pascapenurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 7,25%. Penurunan berkisar 25-50 basis poin (bps).
Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Rico Rizal Budidarmo juga menjelaskan, BNI siap menurunkan suku bunga deposito sebesar 25 bps mulai 1 Februari 2016.
Selain menurunkan suku bunga deposito, BNI akan menurunkan suku bunga kredit ritel sebesar 25 bps. “Bunga kredit yang kami turunkan kredit ritel 25 bps, yang kecil-kecil,” ujar Rico.
Sedangkan untuk bunga deposito, penurunan dilakukan pada suku bunga counter yang sebelumnya sekitar 4,25-6,25%. Saat ini, menurut Rico, seluruh suku bunga deposito BNI berada di bawah suku bunga penjaminan LPS.(*)
Sumber: di sini
Saham DBS terkoreksi 37,8% sejak Agustus lalu. Saham DBS turun ke Sin$ 13,02 dibandingkan Sing$ 21,12 per 21 Agustus lalu. Sementara itu, saham BCA naik 18% dari Rp 11.252 per 21 Agustus ke Rp 13.275 per Jumat (12/2).
Kenaikan saham BCA ikut ditopang pertumbuhan pendapatan dan laba bersih perseroan sepanjang 2015. Sementara pada 2016, BCA juga berencana menurunkan suku bunga kredit UKM sebesar 0,25% pada Februari 2016 menjadi 13%.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menjelaskan, sejak penurunan BI rate dan implementasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 9%, perbankan diarahkan untuk menurunkan suku bunga simpanan dan kredit. Suku bunga simpanan BCA sudah termasuk yang terendah di pasar.
“Kalau untuk menurunkan suku bunga deposito, tidak bisa turun karena sudah paling rendah, sekitar 5,25-5,75%, sedangkan di pasar sekitar 8-9%,” kata dia.
Oleh karena itu, struktur suku bunga yang perlu disesuaikan saat ini adalah suku bunga kredit UKM karena kurang bersaing dengan KUR yang mencapai 9%.
Menurut Jahja, BCA baru melayani kredit ke sektor UKM. Sedangkan kredit ke sektor mikro termasuk KUR belum termasuk ranah bisnis BCA, lantaran tidak memiliki sarana infrastruktur pendukung. Oleh karena itu, untuk berpartisipasi dalam program KUR, BCA berencana mengajukan izin ke OJK agar bisa menjalankan skema channeling.
Dalam penyaluran KUR secara channeling, BCA akan membuka pintu untuk semua bank yang akrab dengan kredit mikro, seperti bank perkreditan rakyat (BPR), bank pembangunan daerah termasuk, dan juga BRI.
Menurut Jahja, tahun ini, kredit UMKM menjadi salah satu penopang pertumbuhan kredit BCA yang ditargetkan naik 9-10%. Perseroan juga akan memperhatikan penyaluran kredit di daerah tertentu. Tahun ini, Pulau Jawa, Bali, Sulawesi dan Papua merupakan daerah potensial untuk pengembangan bisnis karena pertumbuhan ekonominya yang di atas daerah lain.
Sedangkan untuk kawasan Kalimantan dan Sumatera, menurut Jahja, perlu sedikit diwaspadai karena pertumbuhan ekonominya belum setinggi daerah lain.
Sejumlah bank besar siap menyesuaikan suku bunga dana dan kredit mulai 1 Februari 2016, pascapenurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 7,25%. Penurunan berkisar 25-50 basis poin (bps).
Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Rico Rizal Budidarmo juga menjelaskan, BNI siap menurunkan suku bunga deposito sebesar 25 bps mulai 1 Februari 2016.
Selain menurunkan suku bunga deposito, BNI akan menurunkan suku bunga kredit ritel sebesar 25 bps. “Bunga kredit yang kami turunkan kredit ritel 25 bps, yang kecil-kecil,” ujar Rico.
Sedangkan untuk bunga deposito, penurunan dilakukan pada suku bunga counter yang sebelumnya sekitar 4,25-6,25%. Saat ini, menurut Rico, seluruh suku bunga deposito BNI berada di bawah suku bunga penjaminan LPS.(*)
Sumber: di sini
Komentar
Posting Komentar