Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan harga wajar skuter matic (skutik) 110-125 cc di Indonesia dijual berkisar Rp 7-8 juta per unit. Namun, fakta di lapangan menunjukkan harga jual sudah mencapai Rp 15 juta.
Karena itu, KPPU melakukan penelitian dan penyelidikan. Dalam penyelidikannya, KPPU menemukan dua perusahaan market leader sepeda motor itu menguasai 97% porsi penjualan sepeda motor jenis skuter matic (skutik). Sementara sisanya dipegang oleh beberapa perusahaan pabrikan lain seperti PT Suzuki Indomobil Motor (Suzuki) dan PT TVS Motor Company (TVS).
"Dari beberapa keterangan yang kami dapatkan ada struktur harga yang kami lihat idealnya harga sepeda motor jenis itu dijual sekitar Rp7 juta - Rp8 juta per unit, tapi sekarang faktanya bisa sampai Rp15 juta. Berdasarkan itu kami akan melakukan penelitian, jangan-jangan ini kemahalan," jelas Ketua KPPU Syarkawi Rauf.
KPPU menemukan tren harga sepeda motor Yamaha Indonesia Motor Manufacturing selalu mengikuti kenaikan harga motor pabrikan Astra Honda Motor. KPPU menilai harga wajar penjualan sepeda motor skuter matic hanya mencapai Rp7 juta - Rp8 juta.
Selain motif menguasai pasar dan meningkatkan penjualan, dia menduga persekongkolan tersebut juga dilakukan untuk menghalangi pelaku usaha baru masuk ke industri tersebut.
KPPU menemukan bukti awal dugaan kartel dua perusahaan market leader sepeda motor di Indonesia. Syarkawi menyatakan dugaan kartel itu mengarah pada PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT Astra Honda Motor.
Menurut Syarkawi, dugaan kartel didasari adanya koordinasi atau persekongkolan dalam menetapkan harga jual sepeda motor jenis skuter matic 110-125 CC di Indonesia. Indikasi persekongkolan tersebut pertama kali ditemukan oleh KPPU berdasarkan temuan adanya jalinan komunikasi melalui surat elektronik antar petinggi direksi kedua perusahaan yang berisi koordinasi untuk menyesuaikan harga jual sepeda motor jenis tersebut di Indonesia. Pelanggaran tersebut diindikasikan terjadi pada kurun waktu 2013-2015.
"Proses penyeldikan dilakukan oleh KPPU sejak 2014 terhadap pelanggaran di industri sepeda motor. Khususnya yang matic ini. Pasar di industri sepeda motor matic ada yang dikuasai oleh dua produsen itu," ujar Syarkawi kepada pers.
Menindaklanjuti dugaan kartel tersebut, KPPU telah menggelar persidangan pertama untuk kasus tersebut. Adapun dua produsen sepeda motor di Indonesia yang menjadi terlapor yaitu PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing selaku terlapor I dan PT Astra Honda Motor sebagai terlapor II.
Ketua investigator kasus kartel sepeda motor, Frans Adiatma, mengatakan sidang dengan agenda penyampaian laporan dugaan pelanggaran ini khusus menginvestigasi pasar skuter matik di Indonesia. Pasalnya, tim investigator mengklaim telah menemukan bukti kuat berupa dokumen di badan email yang menguak perjanjian penetapan harga atau price fixing skuter matik antara kedua terlapor.
“Kedua terlapor yaitu Yamaha dan Honda diduga melakukan perjanjian dalam menaikkan harga skuter matik 110 cc-125 cc. Itu yang menjadi objek perkara kami, bukan jenis lainnya seperti underbone atau sport,” katanya dalam persidangan di Jakarta.
Dia menjelaskan perjanjian tersebut terungkap dalam bukti email internal dari Presiden Direktur PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing Yoichiro Kojima kepada Vice President dan tim marketing Yamaha pada Januari 2014. Email tersebut memerintahkan tim penjualan untuk menyesuaikan kenaikan harga jual Yamaha dengan Honda. Selanjutnya, Presdir Yamaha akan melaporkan penyesuaian tersebut kepada Presdir PT Astra Honda Motor.
“Dari bukti email ini, maka ada unsur perjanjian antara dua petinggi produsen sepeda motor tersebut. Mereka saling mengikuti satu sama lain,” ujarnya.
Frans menjelaskan analisis dugaan pelanggaran yakni kedua bos besar dua perusahaan itu telah menggelar pertemuan di lapangan golf. Pertemuan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan surat email presdir Yamaha kepada bawahannya. Presdir Yamaha juga menyebut akan meneruskan hasil penyesuaian harga Yamaha kepada Presdir Astra Honda Motor.
Dampak penetapan harga tersebut mengakibatkan keuntungan berlipat yang dinikmati kedua terlapor. Indikatornya yaitu kenaikan profit dan market share kendati terdapat penurunan penjualan unit motor. Hal itu tentu merugikan konsumen karena tidak mendapatkan harga yang kompetitif.
Data yang dihimpun KPPU menyebutkan penjualan skuter matik Yamaha pada 2014 sebesar 2,3 juta unit. Jumlah tersebut mengalami penurunan 120.000 unit dari penjualan 2013. Namun Yamaha masih bisa meraup keuntungan sebesar Rp127 miliar pada tahun yang sama.
Sidang pemeriksaan pendahuluan perkara ini digelar tanpa dihadiri oleh perwakilan pihak terlapor. Dua perusahaan tersebut dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tengang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam industri sepeda motor.(*)
Karena itu, KPPU melakukan penelitian dan penyelidikan. Dalam penyelidikannya, KPPU menemukan dua perusahaan market leader sepeda motor itu menguasai 97% porsi penjualan sepeda motor jenis skuter matic (skutik). Sementara sisanya dipegang oleh beberapa perusahaan pabrikan lain seperti PT Suzuki Indomobil Motor (Suzuki) dan PT TVS Motor Company (TVS).
"Dari beberapa keterangan yang kami dapatkan ada struktur harga yang kami lihat idealnya harga sepeda motor jenis itu dijual sekitar Rp7 juta - Rp8 juta per unit, tapi sekarang faktanya bisa sampai Rp15 juta. Berdasarkan itu kami akan melakukan penelitian, jangan-jangan ini kemahalan," jelas Ketua KPPU Syarkawi Rauf.
KPPU menemukan tren harga sepeda motor Yamaha Indonesia Motor Manufacturing selalu mengikuti kenaikan harga motor pabrikan Astra Honda Motor. KPPU menilai harga wajar penjualan sepeda motor skuter matic hanya mencapai Rp7 juta - Rp8 juta.
Selain motif menguasai pasar dan meningkatkan penjualan, dia menduga persekongkolan tersebut juga dilakukan untuk menghalangi pelaku usaha baru masuk ke industri tersebut.
KPPU menemukan bukti awal dugaan kartel dua perusahaan market leader sepeda motor di Indonesia. Syarkawi menyatakan dugaan kartel itu mengarah pada PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT Astra Honda Motor.
Menurut Syarkawi, dugaan kartel didasari adanya koordinasi atau persekongkolan dalam menetapkan harga jual sepeda motor jenis skuter matic 110-125 CC di Indonesia. Indikasi persekongkolan tersebut pertama kali ditemukan oleh KPPU berdasarkan temuan adanya jalinan komunikasi melalui surat elektronik antar petinggi direksi kedua perusahaan yang berisi koordinasi untuk menyesuaikan harga jual sepeda motor jenis tersebut di Indonesia. Pelanggaran tersebut diindikasikan terjadi pada kurun waktu 2013-2015.
"Proses penyeldikan dilakukan oleh KPPU sejak 2014 terhadap pelanggaran di industri sepeda motor. Khususnya yang matic ini. Pasar di industri sepeda motor matic ada yang dikuasai oleh dua produsen itu," ujar Syarkawi kepada pers.
Menindaklanjuti dugaan kartel tersebut, KPPU telah menggelar persidangan pertama untuk kasus tersebut. Adapun dua produsen sepeda motor di Indonesia yang menjadi terlapor yaitu PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing selaku terlapor I dan PT Astra Honda Motor sebagai terlapor II.
Ketua investigator kasus kartel sepeda motor, Frans Adiatma, mengatakan sidang dengan agenda penyampaian laporan dugaan pelanggaran ini khusus menginvestigasi pasar skuter matik di Indonesia. Pasalnya, tim investigator mengklaim telah menemukan bukti kuat berupa dokumen di badan email yang menguak perjanjian penetapan harga atau price fixing skuter matik antara kedua terlapor.
“Kedua terlapor yaitu Yamaha dan Honda diduga melakukan perjanjian dalam menaikkan harga skuter matik 110 cc-125 cc. Itu yang menjadi objek perkara kami, bukan jenis lainnya seperti underbone atau sport,” katanya dalam persidangan di Jakarta.
Dia menjelaskan perjanjian tersebut terungkap dalam bukti email internal dari Presiden Direktur PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing Yoichiro Kojima kepada Vice President dan tim marketing Yamaha pada Januari 2014. Email tersebut memerintahkan tim penjualan untuk menyesuaikan kenaikan harga jual Yamaha dengan Honda. Selanjutnya, Presdir Yamaha akan melaporkan penyesuaian tersebut kepada Presdir PT Astra Honda Motor.
“Dari bukti email ini, maka ada unsur perjanjian antara dua petinggi produsen sepeda motor tersebut. Mereka saling mengikuti satu sama lain,” ujarnya.
Frans menjelaskan analisis dugaan pelanggaran yakni kedua bos besar dua perusahaan itu telah menggelar pertemuan di lapangan golf. Pertemuan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan surat email presdir Yamaha kepada bawahannya. Presdir Yamaha juga menyebut akan meneruskan hasil penyesuaian harga Yamaha kepada Presdir Astra Honda Motor.
Dampak penetapan harga tersebut mengakibatkan keuntungan berlipat yang dinikmati kedua terlapor. Indikatornya yaitu kenaikan profit dan market share kendati terdapat penurunan penjualan unit motor. Hal itu tentu merugikan konsumen karena tidak mendapatkan harga yang kompetitif.
Data yang dihimpun KPPU menyebutkan penjualan skuter matik Yamaha pada 2014 sebesar 2,3 juta unit. Jumlah tersebut mengalami penurunan 120.000 unit dari penjualan 2013. Namun Yamaha masih bisa meraup keuntungan sebesar Rp127 miliar pada tahun yang sama.
Sidang pemeriksaan pendahuluan perkara ini digelar tanpa dihadiri oleh perwakilan pihak terlapor. Dua perusahaan tersebut dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tengang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam industri sepeda motor.(*)
Sumber: di sini
* Cari data industri atau riset pasar, klik di sini
Komentar
Posting Komentar